Latar Belakang

Obat tradisional Indonesia telah berabad-abad lamanya dipergunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia, meskipun masih banayak bahan baku standar yang belum memiliki persyaratan resmi. Obat tradisional pada umumnya menggunakan bahan-bahan alam yang lebih dikenal sebagai simplisia. Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

Semakin maraknya penggunaan obat tradisional berdasarkan khasiat yang turun temurun semakin memperluas kesempatan terjadinya pemalsuan simplisia bahkan ada beberapa jamu yang mengandung bahan kimia obat (BKO) yang telah jelas dilarang penambahannya baik sengaja maupun tidak disengaja kedalam produk obat tradisional.

Oleh karena itu, maka diperlukan adanya analisis terhadap sediaan jamu yang beredar dipasaran yang meliputi analisis makroskopik dan mikroskopik serta analisis kimia untuk melindungi masyarakat luas dari peredaran obat tradisional yang mengandung simplisia palsu maupun bahan kimia obat.

Teori Umum

Definisi :

Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. (1)

Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum merupakan zat kimia murni. (1)

Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. (1)

Simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. (1)

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. (2)

Bahan  baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut terdapat dalam produk ruahan. (2)

Dasar Teori :

Berdasarkan undang-undang kesehatan bidang farmasi dan kesehatan, yang dimaksud dengan Obat bahan Alam Indonesia adalah Obat bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi : jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka. (2)

Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. (2)

Berbeda dengan obat-obatan modern, standar mutu untuk jamu didasarkan pada bahan baku dan produk akhir yang pada umumnya belum memiliki baku standar yang sesuai dengan persyaratan. Simplisia nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan sebagai bahan untuk memperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat berkhasiat lainnya, tidak perlu memenuhi persyaratan yang tertera pada monografi yang bersangkutan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan uraian mikroskopik serta identifikasi kimia berdasarkan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya. (1)

Berikut ini adalah alur pemeriksaan mutu dan identifkasi terhadap simplisia : (3)

Identifikasi meliputi : (1) organoleptis (warna, rasa, bau) yaitu secara fisika, kelarutan, indeks bias, bobot jenis, titik lebiur, rotasi optic, rekristalisasi, mikrosublimasi ; (2) mikroskopik ; (3) biologi & mikrobiologi ; (4) instrumentasi (kromatografi :  kinerja tinggi, lapis tipis, kolom, kertas, gas) ; (5) mikrokimia (reaksi warna, pengendapan, pendesakan, penggaraman, reaksi kompleks). (3)

Obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat (BKO). (2)

 

  1. Berdasarkan hasil pengawasan obat tradisional melalui sampling dan pengujian laboratorium tahun 2006, Badan POM menemukan sebanyak 93 produk obat tradisional yang dicampur dengan bahan kimia obat keras seperti Fenilbutazon, Metampiron, Deksametason, CTM, Allopurinol, Sildenafil Sitrat, Sibutramin Hidroklorida dan Parasetamol.
  2. Mengkonsumsi obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat Keras membahayan kesehatan bahkan mematikan. Pemakaian obat keras, harus melalui resep dokter.
  3. Berbagai  resiko dan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan Bahan Kimia Obat Keras tanpa pengawasan dokter, telah dilaporkan.
  4. Kegiatan memproduksi dan atau mengedarkan obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat, melanggar Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan atau denda paling banyak 2(dua) miliar rupiah.

Prosedur Analisis

  1. Uji Organoleptis dan Uji Makroskopik
    1. Dilakukan uji organoleptis dengan mengamati bau, rasa, warna serta kelarutan jamu.
    2. Dilakukan uji makroskopik dengan mengamati struktur dari simplisia bahan baku dari sediaan jamu yang dianalisis.
    3. Hasil pengamatan dicatat dan dilaporkan dalam bentuk tabel.
  2. Uji Mikroskopik
    1. Dipersiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan.
    2. Sediaan jamu dalam bentuk rajangan dan serbuk dihaluskan, bagian serbuk halus diletakkan diatas object glass (dibuat 2 preparat).
    3. Preparat pertama ditetesi dengan kloroform dan preparat kedua ditetesi dengan fluoroglusin, kemudian difiksasi dengan lampu spiritus.
    4. Diletakkan deck glass pada tiap preparat, lalu diamati pada mikroskop dengan perbesaran 10 X 10.
    5. Diamati dan dicatat pengamatan mikroskopik sampel,

Uji Kimia

Uji Kandungan Kimia

A. Uji Alkaloid

Sampel yang telah dilarutkan dalam etanol 70%, ditambahkan pereaksi dragendorff sebanyak 3 tetes, diamati pembentukan endapan. Hasil positif bila terbentuk endapan orange.

B.Uji Gugus Hidroksil / fenolik

Sampel yang telah dilarutkan dalam etanol 70% ditambahkan pereaksi besi (III) klorida sebanyak 3 tetes, diamati perubahan warna larutan. Hasil positif bila terjadi perubahan warna menjadi biru-ungu.

C.Uji Saponin

Sampel dilarutkan dengan 3-5 mL air panas, dikocok kuat-kuat. Diamati pembentukan busa. Ditambahkan larutan asam klorida encer dan diamati konsistensi busa. Hasil positif bila busa tetap setelah penambahan larutan asam klorida encer.

  1. Kromatografi Lapis Tipis
    1. Dipersiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan.
    2. Lempeng Silica diaktifkan dengan pemanasan pada oven suhu 110⁰C selama 30 menit.
    3. Dibuat bahan pembanding bahan kimia obat dengan ekstraksi dari sediaan tablet.
    4. Dibuat eluen yang akan digunakan yaitu methanol serta kloroform : etanol (3:2)
    5. Disiapkan chamber dan dijenuhkan dengan eluen yang akan digunakan. (Digunakan kertas saring sebagai indicator penjenuhan)
    6. Sampel dalam bentuk serbuk, dilarutkan dengan etanol 70%.
    7. Sampel dan bahan pembanding ditotolkan pada lempeng KLT dengan jarak antara totolan 1 cm.
    8. Lalu lempeng silica dimasukkan kedalam chamber untuk proses pengelusian.
    9. Setelah proses pengelusian selesai, lempeng KLT dikeluarkan dan dikeringkan kemudian diamati bercak yang nampak pada sinar UV 254 dan 366 nm.
    10. Noda/bercak yang tampak, diberi tanda.
    11. Lempeng lalu disemprot dengan reagen penampak noda ( dragendorff  atau  besi (III) klorida ), lalu diamati noda yang timbul.
    12. Dihitung nilai Rf, dan dibandingkan dengan literature.
    13. Dibuat pembahasan dan kesimpulan dari analisis bahan kimia obat dalam sediaan jamu.

contoh profil KLT dibandingkan antara sampel jamu dengan pembanding BKO :

Daftar Pustaka

 

  1. Tim Penyusun Materia Medika Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Edisi VI. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
  2. Frans A. Rumate. A.Ilham Makhmud. 2007. Peraturan Perundang-undangan Bidang Farmasi dan Kesehatan. Fakultas Farmasi – Universitas Hasanuddin. Makassar.
  3. Didik Gunawan. Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat  Alam (Farmakognosi) jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
  4. C.P. Khare. 2007. Indian Medicinal Plants (Electronic Version). Springer Science Business Multimedia. New Delhi.
  5. Rosani Tayeb. Mufidah. 2007. Penuntun Praktikum Farmakognosi Lanjutan. Fakultas Farmasi – Universitas Hasanuddin . Makassar

 

 

About rgmaisyah

Hidup sangat indah bila kita mau berbagi kebahagiaan kepada sesama...

Satu tanggapan »

  1. NurFa IcHa berkata:

    Ehm….sbelumx izinkn sy berterima kasih ats artikel yg tlah anda bwd…sy ingin bertanya…bisakah menghipotesis bahwa sampel nd mengandung bahan kimia obat hanya dgn melihat secara sekilas (selayang pandang) tampilan noda pd lempeng…???ato hanya mmg alternatif satu2x adalah dgn menghitung nilai Rf???kl mmg ia bskh anda memberitahukan contoh literatur yg dapat menjadi acuan…makasih

Tinggalkan komentar